by ; Aby Santika
Aku mencatat sebatang resah yang tumbang dari pelupuk
dan bayangbayang percakapan yang berjela muasalmu
dari seribu batu berbelah dengan sekali tepuk
ketika ritus gemeretak menyentuh langitlangit bersemak belukar
hingga mimpi kelahiran ditarik kembali, ibarat melisankan kutukan
dari bibir bawahmu
Senyampang debu dari selangkangan memukul kayu tanpa ukiran
kecuali sepetak dada kusebut lambang dari jazirah
karena kenikmatan menusuk lubang lisung pertanda waktu ditabuhnya riwayat kehidupan
-menawarkan dahaga dalam kecipaknya mata air
yang muncrat menghardikkan serabutku
" Tuhan masih mengintip, di antara urat kemaluan "
O, aku tercerabut dari kuntum yang rekah katakata dusta
semisal adam ditundukkan khuldi: mencedrai dari dosa muasal manusia
membelah tanah dengan tongkat kemaluan
Duk !
Duk !
Duk !
bebunyi lisung bermata segitiga !
Sungguhkah telah tergelar pertempuran yang agung?
di kedalaman dunia sendiri, burung hudhud menggambarkan petapeta yang basah
dengan butir bulir putih yang asin, melata di kedua lembah dan tebing
hingga napasku tandus di gigir doadoa malam dari denting daun
Masihkah kau, mengapung mencari batas persujudan musim
atau berbagi segala rahasia yang tersampir dibibirku
O, saat gairah berjamaat dikiblatkan di lorong tubuhmu
aku perlahan sampai pada kabut yang dikacaukan suara kayu yang beralunan
: lisung !
Bandung,
06 Agustus 2012
hingga mimpi kelahiran ditarik kembali, ibarat melisankan kutukan
dari bibir bawahmu
Senyampang debu dari selangkangan memukul kayu tanpa ukiran
kecuali sepetak dada kusebut lambang dari jazirah
karena kenikmatan menusuk lubang lisung pertanda waktu ditabuhnya riwayat kehidupan
-menawarkan dahaga dalam kecipaknya mata air
yang muncrat menghardikkan serabutku
" Tuhan masih mengintip, di antara urat kemaluan "
O, aku tercerabut dari kuntum yang rekah katakata dusta
semisal adam ditundukkan khuldi: mencedrai dari dosa muasal manusia
membelah tanah dengan tongkat kemaluan
Duk !
Duk !
Duk !
bebunyi lisung bermata segitiga !
Sungguhkah telah tergelar pertempuran yang agung?
di kedalaman dunia sendiri, burung hudhud menggambarkan petapeta yang basah
dengan butir bulir putih yang asin, melata di kedua lembah dan tebing
hingga napasku tandus di gigir doadoa malam dari denting daun
Masihkah kau, mengapung mencari batas persujudan musim
atau berbagi segala rahasia yang tersampir dibibirku
O, saat gairah berjamaat dikiblatkan di lorong tubuhmu
aku perlahan sampai pada kabut yang dikacaukan suara kayu yang beralunan
: lisung !
Bandung,
06 Agustus 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar